Arjuna adalah nama seorang tokoh
protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia memiliki nama kecil Permadi, anak
bungsu dari Prabu Pandudewanata, raja di Hastinapura dengan Dewi Kunti atau
Dewi Prita, yaitu puteri Prabu Surasena, Raja Wangsa Yadawa di Mandura. Arjuna
merupakan teman dekat Kresna, yaitu awatara (penjelmaan) Bhatara Wisnu yang
turun ke dunia demi menyelamatkan dunia dari kejahatan. Arjuna juga merupakan
salah orang yang sempat menyaksikan “wujud semesta” Kresna menjelang
Bharatayuddha berlangsung. Ia juga menerima Bhagawadgita atau “Nyanyian Orang
Suci”, yaitu wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna kepadanya sesaat
sebelum Bharatayuddha berlangsung karena Arjuna masih segan untuk menunaikan
kewajibannya.
Arjuna
memiliki karakter yang mulia, berjiwa kesatria, imannya kuat, tahan terhadap
godaan duniawi, gagah berani, dan selalu berhasil merebut kejayaan sehingga
diberi julukan “Dananjaya”. Musuh seperti apapun pasti akan ditaklukkannya,
sehingga ia juga diberi julukan “Parantapa”, yang berarti penakluk musuh. Di
antara semua keturunan Kuru di dalam silsilah Dinasti Kuru, ia dijuluki
“Kurunandana”, yang artinya putera kesayangan Kuru. Ia juga memiliki nama lain
“Kuruprāwira”, yang berarti “kesatria Dinasti Kuru yang terbaik”, sedangkan
arti harfiahnya adalah “Perwira Kuru”. Diantara para Pandawa, Arjuna merupakan
kesatria pertapa yang paling teguh. Pertapaannya sangat kusuk. Ketika ia
mengheningkan cipta, menyatukan dan memusatkan pikirannya kepada Tuhan, segala
gangguan dan godaan duniawi tak akan bisa menggoyahkan hati dan pikirannya.
Maka dari itu, Sri Kresna sangat kagum padanya, karena ia merupakan kawan yang
sangat dicintai Kresna sekaligus pemuja Tuhan yang sangat tulus. Sri Kresna
pernah berkata padanya, “Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbaktilah kepada-Ku, dan
serahkanlah dirimu pada-Ku, maka kau akan datang kepada-Ku. Aku berkata
demikian, karena kaulah kawan-Ku yang sangat Kucintai”.
Arjuna dididik
bersama dengan saudara-saudaranya yang lain (para Pandawa dan Korawa) oleh
Bagawan Drona. Kemahirannya dalam ilmu memanah sudah tampak semenjak kecil.
Pada usia muda ia sudah mendapat gelar “Maharathi” atau “kesatria terkemuka”.
Ketika Guru Drona meletakkan burung kayu pada pohon, ia menyuruh muridnya
satu-persatu untuk membidik burung tersebut, kemudian ia menanyakan kepada
muridnya apa saja yang sudah mereka lihat. Banyak muridnya yang menjawab bahwa
mereka melihat pohon, cabang, ranting, dan segala sesuatu yang dekat dengan
burung tersebut, termasuk burung itu sendiri. Ketika tiba giliran Arjuna untuk
membidik, Guru Drona menanyakan apa yang ia lihat. Arjuna menjawab bahwa ia
hanya melihat burung saja, tidak melihat benda yang lainnya. Hal itu membuat
Guru Drona kagum bahwa Arjuna sudah pintar.
Arjuna
memiliki sifat cerdik dan pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan
suka melindungi yang lemah. Ia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah
negara Amarta. Setelah perang Bharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara
Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata. Akhir riwayat Arjuna diceritakan, ia
moksa (mati sempurna) bersama keempat saudaranya yang lain di gunung Himalaya.
Ia adalah petarung tanpa tanding di medan laga, meski bertubuh ramping berparas
rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski berkemauan baja,
kesatria dengan segudang istri dan kekasih meski mampu melakukan tapa yang
paling berat, seorang kesatria dengan kesetiaan terhadap keluarga yang mendalam
tapi kemudian mampu memaksa dirinya sendiri untuk membunuh saudara tirinya.
Bagi generasi tua Jawa, dia adalah perwujudan lelaki seutuhnya. Sangat berbeda
dengan Yudistira, dia sangat menikmati hidup di dunia. Petualangan cintanya senantiasa
memukau orang Jawa, tetapi secara aneh dia sepenuhnya berbeda dengan Don Juan
yang selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus dan tampan sosoknya
sehingga para puteri begitu, juga para dayang, akan segera menawarkan diri
mereka. Merekalah yang mendapat kehormatan, bukan Arjuna. Ia sangat berbeda
dengan Wrekudara. Dia menampilkan keanggunan tubuh dan kelembutan hati yang
begitu dihargai oleh orang Jawa berbagai generasi.
Sebagaimana yang sudah saya jelaskan di
atas, saya merasa memiliki beberapa kesamaan karakter dan sifat dari tokoh
wayang yang menjadi favorit penikmati seni wayang ini. Sosok Arjuna yang lemah
lembut, rasanya cukup tertanam dalam diri saya. Tidak sedikit orang yang
mengatakan bahwa saya kalem, padahal
saya merupakan seorang anak yang lahir di Jawa Timur, dimana masyarakatnuya
terkenal keras. Meskipun terkadang saya suka marah dan ngedumel, bahkan hingga menyebabkan pertengkaran dahsyat, saya pun
menyesal dan justru menanangisi sikap saya tersebut. Saya juga tidak tega untuk
berkata kasar kepada seseorang atau mempermalukan seseorang, meskipun orang
tersebut memang bersalah. Sama halnya ketika melihat orang lain kesakitan,
merasa sedih, saya akan memberikan motivasi agar moodnya kembali membaik atau
semangat hidupnya kembali bergairah, tidak berbeda jauh dengan yang dilakukan
Arjuna yakni mengasihi orang yang lemah pada masanya. Saya juga cukup cerdas
dan teliti ketika melakukan sesuatu karena saya akan merasa puas ketika
menghasilkan sesuatu yang maksimal sesuai dengan harapan saya. Selain itu,
karena saya wanita Jawa, sudah tentu pasti saya dibekali ilmu kejawen, seperti hal tata krama atau
sopan santun kepada orang lain, misalnya saya suka berbicara Krama Alus kepada
orang yang lebih tua, ketika bertamu di rumah seseorang dan dijamu dengan
makanan, setidaknya saya mencicipi dan setelah habis, saya membawanya ke dapur
untuk saya cuci, dan sebagainya. Tokoh wayang Arjuna ini memang memiliki aura
yang positif, sehingga sangat patut untuk dicontoh bagi semua kalangan dan
generasi.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar