Selasa, 06 Maret 2018

Kesenian Indonesia : Tokoh Wayang Arjuna


 

Arjuna adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia memiliki nama kecil Permadi, anak bungsu dari Prabu Pandudewanata, raja di Hastinapura dengan Dewi Kunti atau Dewi Prita, yaitu puteri Prabu Surasena, Raja Wangsa Yadawa di Mandura. Arjuna merupakan teman dekat Kresna, yaitu awatara (penjelmaan) Bhatara Wisnu yang turun ke dunia demi menyelamatkan dunia dari kejahatan. Arjuna juga merupakan salah orang yang sempat menyaksikan “wujud semesta” Kresna menjelang Bharatayuddha berlangsung. Ia juga menerima Bhagawadgita atau “Nyanyian Orang Suci”, yaitu wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna kepadanya sesaat sebelum Bharatayuddha berlangsung karena Arjuna masih segan untuk menunaikan kewajibannya.
Arjuna memiliki karakter yang mulia, berjiwa kesatria, imannya kuat, tahan terhadap godaan duniawi, gagah berani, dan selalu berhasil merebut kejayaan sehingga diberi julukan “Dananjaya”. Musuh seperti apapun pasti akan ditaklukkannya, sehingga ia juga diberi julukan “Parantapa”, yang berarti penakluk musuh. Di antara semua keturunan Kuru di dalam silsilah Dinasti Kuru, ia dijuluki “Kurunandana”, yang artinya putera kesayangan Kuru. Ia juga memiliki nama lain “Kuruprāwira”, yang berarti “kesatria Dinasti Kuru yang terbaik”, sedangkan arti harfiahnya adalah “Perwira Kuru”. Diantara para Pandawa, Arjuna merupakan kesatria pertapa yang paling teguh. Pertapaannya sangat kusuk. Ketika ia mengheningkan cipta, menyatukan dan memusatkan pikirannya kepada Tuhan, segala gangguan dan godaan duniawi tak akan bisa menggoyahkan hati dan pikirannya. Maka dari itu, Sri Kresna sangat kagum padanya, karena ia merupakan kawan yang sangat dicintai Kresna sekaligus pemuja Tuhan yang sangat tulus. Sri Kresna pernah berkata padanya, “Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbaktilah kepada-Ku, dan serahkanlah dirimu pada-Ku, maka kau akan datang kepada-Ku. Aku berkata demikian, karena kaulah kawan-Ku yang sangat Kucintai”.
Arjuna dididik bersama dengan saudara-saudaranya yang lain (para Pandawa dan Korawa) oleh Bagawan Drona. Kemahirannya dalam ilmu memanah sudah tampak semenjak kecil. Pada usia muda ia sudah mendapat gelar “Maharathi” atau “kesatria terkemuka”. Ketika Guru Drona meletakkan burung kayu pada pohon, ia menyuruh muridnya satu-persatu untuk membidik burung tersebut, kemudian ia menanyakan kepada muridnya apa saja yang sudah mereka lihat. Banyak muridnya yang menjawab bahwa mereka melihat pohon, cabang, ranting, dan segala sesuatu yang dekat dengan burung tersebut, termasuk burung itu sendiri. Ketika tiba giliran Arjuna untuk membidik, Guru Drona menanyakan apa yang ia lihat. Arjuna menjawab bahwa ia hanya melihat burung saja, tidak melihat benda yang lainnya. Hal itu membuat Guru Drona kagum bahwa Arjuna sudah pintar.
Arjuna memiliki sifat cerdik dan pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah. Ia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta. Setelah perang Bharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata. Akhir riwayat Arjuna diceritakan, ia moksa (mati sempurna) bersama keempat saudaranya yang lain di gunung Himalaya. Ia adalah petarung tanpa tanding di medan laga, meski bertubuh ramping berparas rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski berkemauan baja, kesatria dengan segudang istri dan kekasih meski mampu melakukan tapa yang paling berat, seorang kesatria dengan kesetiaan terhadap keluarga yang mendalam tapi kemudian mampu memaksa dirinya sendiri untuk membunuh saudara tirinya. Bagi generasi tua Jawa, dia adalah perwujudan lelaki seutuhnya. Sangat berbeda dengan Yudistira, dia sangat menikmati hidup di dunia. Petualangan cintanya senantiasa memukau orang Jawa, tetapi secara aneh dia sepenuhnya berbeda dengan Don Juan yang selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus dan tampan sosoknya sehingga para puteri begitu, juga para dayang, akan segera menawarkan diri mereka. Merekalah yang mendapat kehormatan, bukan Arjuna. Ia sangat berbeda dengan Wrekudara. Dia menampilkan keanggunan tubuh dan kelembutan hati yang begitu dihargai oleh orang Jawa berbagai generasi.
Sebagaimana yang sudah saya jelaskan di atas, saya merasa memiliki beberapa kesamaan karakter dan sifat dari tokoh wayang yang menjadi favorit penikmati seni wayang ini. Sosok Arjuna yang lemah lembut, rasanya cukup tertanam dalam diri saya. Tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa saya kalem, padahal saya merupakan seorang anak yang lahir di Jawa Timur, dimana masyarakatnuya terkenal keras. Meskipun terkadang saya suka marah dan ngedumel, bahkan hingga menyebabkan pertengkaran dahsyat, saya pun menyesal dan justru menanangisi sikap saya tersebut. Saya juga tidak tega untuk berkata kasar kepada seseorang atau mempermalukan seseorang, meskipun orang tersebut memang bersalah. Sama halnya ketika melihat orang lain kesakitan, merasa sedih, saya akan memberikan motivasi agar moodnya kembali membaik atau semangat hidupnya kembali bergairah, tidak berbeda jauh dengan yang dilakukan Arjuna yakni mengasihi orang yang lemah pada masanya. Saya juga cukup cerdas dan teliti ketika melakukan sesuatu karena saya akan merasa puas ketika menghasilkan sesuatu yang maksimal sesuai dengan harapan saya. Selain itu, karena saya wanita Jawa, sudah tentu pasti saya dibekali ilmu kejawen, seperti hal tata krama atau sopan santun kepada orang lain, misalnya saya suka berbicara Krama Alus kepada orang yang lebih tua, ketika bertamu di rumah seseorang dan dijamu dengan makanan, setidaknya saya mencicipi dan setelah habis, saya membawanya ke dapur untuk saya cuci, dan sebagainya. Tokoh wayang Arjuna ini memang memiliki aura yang positif, sehingga sangat patut untuk dicontoh bagi semua kalangan dan generasi.






Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar